BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia, karena dengan bahasa kita dapat mengetahui informasi yang dibutuhkan. Kemampuan berbahasa telah dimiliki oleh manusia sejak lahir. Tangisan pertama bayi merupakan awal manusia berbahasa dan akan terus berkembang sampai anak mampu bertutur kata.
Masa batita merupakan usia yang paling penting dalam perkembangan bahasa. Karena pada masa itu, anak sudah peka terhadap rangsangan-rangsangan baik yang berkaitan dari fisik, motorik, sosial dan emosi. Pada masa batita anak meniru ucapan dan gerakan yang ada disekitarnya. Karena itu dalam perkembangan tersebut, peran orang tua sangat dibutuhkan karena masa batita merupakan proses terpenting dalam pemerolehan bahasa.
Kemampuan bahasa anak terus berkembang sesuai usianya. Namun dalam laporan ini penulis akan fokus membahas pemerolehan bahasa pada anak usia 16 bulan, usia tersebut anak sudah memasuki tahap linguistik 1 (Holofrastik/kalimat satu kata). Peran gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan satu suku kata. Anak dapat menyampaikan keinginan hatinya dengan ujaran atau gerakan, dan mampu mengeluarkan emosinya dengan tangisan ataupun senyuman bahagia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa itu?
2. Bagaimana tahapan pemerolehan bahasa itu?
3. Bagaimana analisis keadaan bahasa pada anak usia 16 bulan bila dikaji dari pendekatan mikro linguistik?
C. Tujuan
1. Memahami materi mengenai pemerolehan bahasa.
2. Memahami tahapan pemerolehan bahasa.
3. Mengidentifikasi bahasa pada anak usia 16 bulan bila dikaji dari pendekatan mikro linguistik.
D. Manfaat
Dalam penelitian ini, terdapat manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pengetahuan tentang bahasa yang diujarkan anak usia 16 bulan.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian berikutnya yang relevan.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai sumbangan referensi kepada para linguis, pendidik, serta orang tua dalam pengajaran bahasa pada anak.
BAB II
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
A. Proses Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2009:167).
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2009:167).
Selanjutnya, Chomsky juga beranggapan bahwa pemakai bahasa mengerti struktur dari bahasanya yang membuat dia dapat mengkreasi kalimat-kalimat baru yang tidak terhitung jumlahnya dan membuat dia mengerti kalimat-kalimat tersebut. Jadi, kompetensi adalah pengetahuan intuitif yang dipunyai seorang individu mengenai bahasa ibunya (native languange). Intuisi linguistik ini tidak begitu saja ada, tetapi dikembangkan pada anak sejalan dengan pertumbuhannya, sedangkan performansi adalah sesuatu yang dihasilkan oleh kompetensi.
B. Tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Dalam bidang sintaksis, anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata atau holofrase. Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini). Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”.
Tahap Perkembangan Sintaksis
a. Masa Pa-lingual sampai usia 1 tahun
b. Kalimat satu kata 1-2 tahun
c. Kalimat rangkaian kata 2 sampai 3 tahun
C. Analisis Perkembangan Bahasa dengan Pendekatan Mikro Linguistik
1. Pendekatan Mikro linguistik
Pendekatan mikro linguistik merupakan cabang linguistik yang membicarakan tentang cabang bahasa dari internalnya seperti morfologi, fonologi, lesikon, sintaksis. Pemerolehan bahasa pada penelitian ini akan dikaji berdasarkan pendekatan mikro linguistik.
a) Semantik
Semantik disepakati sebagai istilah untuk bidang ilmu bahasa yang membahas atau mempelajari tentang makna atau arti, yang merupakan salah satu tataran analisis bahasa, yaitu fonologi, gramatika atau tata bahasa, dan semantik.
Menurut Pateda (dalam Wulandari, 2012) penjelasan makna dapat dilihat dari tiga segi, yaitu kata, kalimat, dan apa yang dibutuhkan pembicara untuk berbicara. Kridalaksana (dalam Wulandari, 2012) menjelaskan pengertian makna sebagai berikut:
1) Maksud Pembicara;
2) Pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
3) Hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukannya;
4) Cara menggunakan bahasa.
b) Sintaksis
Sintaksis mempersoalkan hubungan antara kata dan satuan-satuan yang lebih besar, membentuk suatu konstruksi yang disebut kalimat, hubungan antara satuan-satuan itu memperlihatkan adanya semacam hierarki atau tata urutan tingkatan. Kalimat adalah satuan adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.
Sintaksis memiliki struktur, satuan dan pola-pola tertentu yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
1) Struktur Kalimat
Struktur kalimat dalam sintaksis terdiri dari bentuk, kategori, fungsi, dan peran tidak ada hubungan satu lawan satu. Bentuk kalimat di dalam sintaksis terdiri atas kata, frasa atau klausa. Suatu bentuk kata yang tergolong dalam kategori tertentu dapat mempunyai fungsi sintaksis dan peran semantis yang berbeda dalam kalimat. Sementara itu kategori juga dibedakan dari bentuk kata. Dengan kata lain, fungsi merupakan suatu “tempat” dalam struktur kalimat dengan unsur pengisi berupa bentuk (bahasa) yang tergolong dalam kategori tertentu dan mempunyai peran semantis tertentu pula. Kategori sebuah kata, frasa, atau klausa dapat berbentuk nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan sebagainya, sedangkan gugus fungsi dapat diisi dengan subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Peran sintaksis dapat berupa pelaku, perbuatan, sasaran, peruntung, dan waktu.
2) Satuan Sintaksis
Sintaksis sebagai subsistem bahasa mencakup kata dan satuan-satuan yang lebih besar serta hubungan-hubungan diantaranya. Pada umumnya pembicaraan yang lebih mendalam dalam studi sintaksis selain alat-alat sintaksis adalah satuan sintaksis. Kata merupakan satuan terkecil dalam satuan sintaksis. Satuan yang lebih besar adalah frasa, klausa, dan kalimat. Dalam tataran gramatikal kata adalah satuan terkecil dalam kalimat. Kata memiliki potensi untuk berdiri sendiri dan dapat berpindah dalam kalimat.
Frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak berciri klausa. Seperti halnya dengan kata, frasa memiliki potensi untuk berdiri sendiri menjadi kalimat. Klausa adalah satuan gramatikal yang disusun oleh kata atau frasa, dan yang memiliki satu predikat. Pada umumnya klausa merupakan unsur pembentuk (konstituen) kalimat. Dalam satu klausa hanya terdapat satu predikat dan dalam klausa terdapat bagian inti dan bukan inti. Klausa juga dapat diperluas, dan perluasan itu dengan menambahkan keterangan waktu, tempat, cara, dan lain sebagainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa satuan kalimat dalam sintaksis terdiri atas kata, frasa, dan klausa.
BAB III
METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Pada bab metodologi penelitian ini, penulis akan membahas mengenai metode penelitian yang dimulai dari menentukan data/jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Menurut Djajasudarma (dalam Riansari, 2009) metode merupakan cara kerja yang bersistem dalam pelaksanaan suatu kegiatan untuk mempermudah mencapai tujuan penelitian. Sedangkan metode penelitian adalah semua asas, peraturan dan teknik-teknik yang perlu diperhatikan dalam usaha pengumpulan data dan dianalisis. Dalam melakukan suatu penelitian, sebaiknya digunakan suatu metode yang tepat untuk menentukan langkah – langkah dalam penelitian.
A. Data
Data merupakan bukti dalam menguji kebenaran atau ketidakbenaran suatu hipotesis. Menurut Azwar (dalam Riansari, 2009) membagi data menurut sumbernya menjadi dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian sebagai sumber informasi. Sedangkan data sekunder data yang diperoleh dari pihak lain atau secara tidak langsung. Data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan mengenai proses pemerolehan bahasa pertama. Dalam Riansari, menurut Nawawi (1995:67), jenis penelitian yang bersifat deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur atau cara memecahkan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan objek yang diselidiki sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta yang aktual pada saat sekarang. Adapun tujuan dari penelitian yang bersifat deskriptif adalah untuk menggambarkan secara sistematis dari bahasa yang diujarkan obyek penelitian secara faktual dan akurat.
Penelitian ini dilakukan di rumah subjek penelitian, yaitu di Jalan Neglasari, RT 06/03 Desa Bendasari, Sadananya-Ciamis. Pengumpulan data dilakukan selama dua minggu. yaitu dari tanggal 25 Mei sampai 8 Juni 2014.
B. Sumber Data
Subjek penelitian ini adalah sepupu penulis yang bernama Siti Rahmi Maulida. Ia biasa dipanggil Neneng. Neneng lahir di Ciamis, 21 Januari 2013. Saat ini usianya 16 bulan. Neneng merupakan seorang anak yang aktif berbicara, Ia juga sudah bisa merespon stimulus yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya. Terkadang ia selalu mengucapkan banyak kata namun tanpa makna. Dalam bahasa sunda terkenal dengan kata “Ngahaleuang” sehingga penulis tidak bisa memahami maksud pembicaraan subjek penelitian tersebut.
Neneng merupakan putri dari pasangan Bapak Ade Wahid Hasyim dan Ibu Ernawati. Bapak Ade Wahid Hasyim lahir di Ciamis, 06 Januari 1987 dan Ibu Ernawati lahir di Ciamis, 05 Mei 1989. Keduanya sangat terbuka ketika penulis melakukan wawancara mengenai pemerolehan bahasa yang biasa diujarkan oleh putrinya. Data selanjutnya diperoleh dari Ibu Siti Rohmah. Beliau adalah nenek dari subjek penelitian. Ibu Siti Rohmah juga sangat membantu penulis untuk memperoleh data tentang pemerolehan bahasa yang diujarkan cucunya tersebut.
C. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari observasi (pengamatan) langsung kepada subjek penelitian yaitu Sri Rahmi Maulida (Neneng). Observasi dilakukan penulis dengan mengamati setiap kata yang diujarkan subjek penelitian. Data yang merupakan ujaran dari Neneng tidak melalui perlakuan (eksperimen). Neneng sebagai subjek penelitian dan sebagai sumber data dibiarkan bertindak, bertingkah, serta bercakap-cakap secara alamiah.
Data sekunder diperoleh dari interview (wawancara). Wawancara dilakukan penulis kepada orang tua yaitu Bapak Ade Wahid Hasyim dan Ibu Ernawati. Wawancara juga dilakukan kepada nenek dari subjek penelitian yaitu Ibu Siti Rohmah. Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan cara menyimak sumber data. Kemudian penulis merekam percakapan dengan sumber data dan dilanjutkan dengan teknik catat atau menggunakan transkripsi ortografis yaitu mencatat seluruh data tersebut.
D. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan suatu upaya untuk mengkaji dan mengolah data yang telah terkumpul sehingga diperoleh kesimpulan dalam pencapaian tujuan penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik Bagi Unsur Langsung (BUL) dan diperkuat dengan teknik lanjutan berupa Teknik Ubah Ujud. Kedua teknik tersebut merupakan perluasan dari metode agih. Uji keabsahan atau validitas data pada penelitian ini menggunakan trianggulasi data.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Neneng sebagai subjek penelitian dalam karya tulis ini merupakan anak yang mudah bergaul sehingga dia tidak kaget ketika ada orang baru bermain bersamanya. Ia juga pandai berceloteh sesuka hati tanpa dimengerti maksud celotehannya tersebut. Dia adalah anak yang banyak meniru ucapan-ucapan yang didengar dari lingkungan sekitarnya. Berikut hasil observasi yang secara umum teramati oleh penulis sebagai berikut.
Analisis Observasi
Data Narasumber
Nama : Sri Rahmi Maulida
Usia : 16 bulan
Orang tua : Ade Wahid Hasyim
Ernawati
Alamat : Jl. Neglasari Rt/Rw. 06/03 Bendasari, Sadananya-Ciamis
Data Pemerolehan Bahasa
|
No.
|
Kata
|
Frasa
|
Klausa
|
Kalimat
|
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
|
Mamah
Bapak
Mih = Nenek
Aki = Kakek
Teh = Kakak perempuan
Aa = Kakak laki-laki
Dede = Adik
Ai = Hai atau Halo
Mam = Makan
Eueut = Minum
Ais = Gendong
Memes = Kucing
Nenen = Minta susu
Dah = Dadah
Auk =Ikan
Cicak
Nak = Enak
Jiji = Menjijikan
Aya = Ada
Bak = Ibak
= Mandi
Pis =
Kencing
Yis =
Cantik
Cis = Acis
= Uang
Pel = Pel
lantai
Bau
|
-
|
-
|
-
|
B. Analisis Pembahasan Pemerolehan Bahasa :
1. Kata “Mamah”
- Semantik : Kata “Mamah” yang dimaksudkan anak ini adalah pengucapan kata “Ibu” saat memanggil ibunya.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Mamah” sudah tepat ketika memanggil ibu kandungnya.
2. Kata “Bapak”
- Semantik : Kata “Bapak” yang dimaksudkan anak ini adalah pengucapan kata saat memanggil ayah kandungnya.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Bapak” tersebut sudah tepat ketika memanggil ayah kandungnya.
3. Kata “Mih”
- Semantik : Kata “Mih” yang dimaksudkan anak ini dalam konteks bahasa sunda adalah memanggil neneknya.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Mih” tersebut dalam konteks bahasa sunda masih salah, seharusnya anak mengucapkan kata “Eumih”. Tetapi bila diubah ke dalam konteks bahasa Indonesia kata “Mih” adalah nenek.
4. Kata “Aki”
- Semantik : Kata “Aki” yang dimaksudkan anak ini dalam konteks bahasa sunda adalah memanggil kakeknya.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Aki” tersebut dal konteks bahasa sunda sudah tepat. Tetapi bila diubah ke dalam bahasa Indonesia kata “Aki” adalah kakek.
5. Kata “Teh”
- Semantik : Kata “Teh” yang dimaksudkan anak ini dalam konteks bahasa sunda adalah memanggil kakak perempuan.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Teh” tersebut dalam konteks bahasa sunda kurang tepat, seharusnya menggunakan kata “Teteh” tetapi bila diubah ke dalam konteks bahasa Indonesia kata “Teh” adalah kakak perempuan.
6. Kata “Aa”
- Semantik : Kata “Aa” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah memanggil kakak laki-laki.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Aa” dalam konteks bahasa sunda tersebut sudah tepat, tetapi bila diubah menjadi kata dalam konteks bahasa Indonesia “Aa” adalah kakak laki-laki.
7. Kata “Dede”
- Semantik : Kata “Dede” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah memanggil adik atau saudaranya.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Dede” tersebut dalam konteks bahasa sunda sudah tepat, tetapi bila diubah ke dalam konteks bahasa Indonesia kata “Dede” adalah adik.
8. Kata “Ai”
- Semantik : Kata “Ai” yang dimaksudkan anak ini adalah memanggil atau menyapa seseorang.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Ai” tersebut kurang tepat, seharusnya anak mengucapkan kata “Hai/Halo”.
9. Kata “Mam”
- Semantik : kata “Mam” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah meminta makan.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Mam” dalam konteks bahasa sunda tersebut sudah kurang tepat, seharusnya “Mamam” tetapi bila diubah menjadi kata dalam konteks bahasa Indonesia adalah kata “Makan”.
10. Kata “Eueut”
- Semantik : Kata “Eueut” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah meminta minum.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Eueut” dalam konteks bahasa sunda tersebut sudah tepat, tetapi bila diubah menjadi kata dalam konteks bahasa Indonesia adalah kata “Minum”.
11. Kata “Ais”
- Semantik : Kata “Ais”dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah meminta digendong.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Ais” dalam konteks bahasa sunda sudah tepat, tetapi bila diubah menjadi kata dalam konteks bahasa Indonesia adalah kata “Gendong”.
12. Kata “Memes”
- Semantik : Kata “Memes”dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah memanggil kucing.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Memes” dalam konteks bahasa sunda sudah tepat, tetapi bila diubah menjadi kata dalam konteks bahasa Indonesia adalah kata “Kucing”.
13. Kata “Nenen”
- Semantik : Kata “Nenen”dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah meminta susu.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Nenen” dalam konteks bahasa sunda sudah tepat, tetapi bila diubah menjadi kata dalam konteks bahasa Indonesia adalah kata “Susu”.
14. Kata “Dah”
- Semantik : Kata “Dah” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah mengucapkan selamat tinggal sambil melambaikan tangan.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Dah” dalam konteks bahasa sunda kurang tepat, seharusnya kata “Dadah”.
15. Kata “Auk”
- Semantik : Kata “Auk” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah ikan.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Auk” dalam konteks bahasa sunda kurang tepat, seharusnya “Lauk” tetapi bila diubah menjadi kata dalam konteks bahasa Indonesia adalah kata “Ikan”.
16. Kata “Cicak”
- Semantik : Kata “Cicak” yang dimaksudkan anak ini memanggil cicak.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Cicak” sudah tepat.
17. Kata “Nak”
- Semantik : Kata “Nak” yang dimaksudkan anak ini yaitu enak.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Nak” tersebut kurang tepat, seharusnya enak.
18. Kata “Jiji”
- Semantik : Kata “Jiji” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah sesuatu yang menjijikan atau kotor.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Jiji” tersebut sudah tepat.
19. Kata “Aya”
- Semantik : Kata “Aya” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah ada.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Aya” tersebut dalam konteks bahasa sunda sudah tepat tetapi bila diubah ke dalam konteks bahasa Indonesia yaitu “Ada”.
20. Kata “Bak”
- Semantik : Kata “Bak” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah mandi.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Bak”dalam konteks bahasa sunda kurang tepat seharusnya“Ibak” tetapi bila diubah ke dalam konteks bahasa Indonesia yaitu mandi.
21. Kata “Pis”
- Semantik : Kata “Pis” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah kencing.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Pis” dalam konteks bahasa sunda tersebut kurang tepat seharusnya“Pipis” tetapi bila diubah ke dalam konteks bahasa Indonesia yaitu Kencing.
22. Kata “Yis”
- Semantik : Kata “Yis” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah cantik.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Yis” dalam konteks bahasa sunda tersebut belum tepat seharunya “Geulis” tetapi bila diubah ke dalam konteks bahasa Indonesia yaitu cantik.
23. Kata “Cis”
- Semantik : Kata “Cis” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah uang.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Cis” dalam konteks bahasa sunda tersebut kurang tepat seharusnya“Acis” tetapi bila diubah ke dalam konteks bahasa Indonesia yaitu uang.
24. Kata “Pel”
- Semantik : Kata “Pel” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah lap pel.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Pel” dalam konteks bahasa sunda tersebut kurang tepat seharusnya“lap pel” tetapi bila diubah ke dalam konteks bahasa Indonesia yaitu kain pel.
25. Kata “Bau”
- Semantik : Kata “Bau” dalam konteks bahasa sunda yang dimaksudkan anak ini adalah apa yang ditangkap indra penciumannya yang tidak enak.
- Sintaksis: Pengucapan kata “Bau” sudah tepat.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
A. Simpulan
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Bahasa Ibu merupakan bahasa pertama yang dikuasai anak sejak lahir ke dunia. Bahasa anak berkembang setelah terlibat interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan.
Dalam bidang sintaksis, anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata atau holofrase. Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama.
Berdasarkan hasil analisis pemerolehan bahasa pada anak usia 16 bulan di atas, terdapat kesalahan pada tataran semantik dan tataran sintaksis. Pengamatan saya tentang pemerolehan bahasa pada Neneng yaitu terdapat penggunaan bahasa sunda dalam percakapannya karena dilihat dari konteks tempat tinggalnya yang masyarakatnya adalah suku sunda. Kemudian dalam pengucapan, Neneng belum bisa menyebut semua benda dengan kata yang sempurna karena rangsangan yang didapat olehnya bersifat sesaat. Tetapi jika rangsangan terus diberikan kepadanya, dia dapat mengucapkan kata itu dengan sempurna.
Ditinjau dari faktor diri, Neneng aktif dalam berkomunikasi, meskipun usianya baru 16 bulan tapi ia menunjukkan semangat untuk meniru ucapan atau gerakan orang lain di sekitarnya. Ditinjau dari faktor lingkungan keluarga, pemerolehan bahasa Neneng sudah cukup baik dan keluarga selalu melatihnya untuk berbicara dengan baik dan sempurna.
B. Saran
Orang tua dan lingkungan sekitarnya sebagai orang-orang yag berinteraksi dengan Neneng sebaiknya menggunakan kata yang benar agar Neneng juga bisa mengucapkan kata dengan benar. Jangan menggunakan kata alay sebab usia 16 bulan, masih meniru lingkungan sekitar. Kemudian orang tua sebaiknya melatih Neneng untuk berbicara dengan baik dan kata yang sempurna. Dan terus membimbingnya berbicara dalam bahasa sunda maupun dalam bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
§ Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teori. Jakarta: Rineka Cipta.
§ Wulandari, Suci. 2012. Analisis Pemerolehan Bahasa Pada Anak Usia 18 Bulan. Tersedia di
http://inspirasisuciariesta.blogspot.com/2012/02/analisis-pemerolehan-bahasa-pada-anak.html. Diakses tanggal 02 Juni 2014.
§ Riansari, Titi. 2010. Proses Pembentukan Kata Pada Istilah Bahasa Inggris Di Bidang Pariwisata. Tersedia di http://eprint.undip.ac.id. Diakses tanggal 10 Juni 2014.
No comments:
Post a Comment