Friday, April 10, 2015

Kumpulan Puisi Taufiq Ismail

KUMPULAN PUISI TAUFIQ ISMAIL





DENGAN PUISI AKU (Taufiq ismail)


Dengan puisi aku bernyanyi Sampai senja umurku nanti Dengan puisi aku bercinta Berbaur cakrawala Dengan puisi aku mengenang Keabadian Yang Akan Datang Dengan puisi aku menangis Jarum waktu bila kejam mengiris Dengan puisi aku mengutuk Napas jaman yang busuk Dengan puisi aku berdoa Perkenankanlah kiranya



Sebuah Jaket Berlumur Darah


Sebuah jaket berlumur darah


Kami semua telah menatapmu


Telah pergi duka yang agung


Dalam kepedihan bertahun-tahun.



Sebuah sungai membatasi kita


Di bawah terik matahari Jakarta


Antara kebebasan dan penindasan


Berlapis senjata dan sangkur baja


Akan mundurkah kita sekarang


Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’


Berikara setia kepada tirani


Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.



Spanduk kumal itu, ya spanduk itu


Kami semua telah menatapmu


Dan di atas bangunan-bangunan


Menunduk bendera setengah tiang.



Pesan itu telah sampai kemana-mana


Melalui kendaraan yang melintas


Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan


Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa


Prosesi jenazah ke pemakaman


Mereka berkata


Semuanya berkata


Lanjutkan Perjuangan.




Syair Orang Lapar



Lapar menyerang desaku


Kentang dipanggang kemarau


Surat orang kampungku


Kuguratkan kertas


Risau


Lapar lautan pidato


Ranah dipanggang kemarau


Ketika berduyun mengemis


Kesinikan hatimu


Kuiris


Lapar di Gunungkidul


Mayat dipanggang kemarau


Berjajar masuk kubur


Kauulang jua


Kalau.




Karangan Bunga


Tiga anak kecil


Dalam langkah malu-malu


Datang ke salemba


Sore itu.



Ini dari kami bertiga


Pita hitam pada karangan bunga


Sebab kami ikut berduka


Bagi kakak yang ditembak mati


Siang tadi.




Salemba



Alma Mater, janganlah bersedih


Bila arakan ini bergerak pelahan


Menuju pemakaman


Siang ini.



Anakmu yang berani


Telah tersungkur ke bumi


Ketika melawan tirani.




Memang Selalu Demikian, Hadi


Setiap perjuangan selalu melahirkan


Sejumlah pengkhianat dan para penjilat


Jangan kau gusar, Hadi.



Setiap perjuangan selalu menghadapkan kita


Pada kaum yang bimbang menghadapi gelombang


Jangan kau kecewa, Hadi.



Setiap perjuangan yang akan menang


Selalu mendatangkan pahlawan jadi-jadian


Dan para jagoan kesiangan.



Memang demikianlah halnya, Hadi.




Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa


Jika adalah yang harus kaulakukan


Ialah menyampaikan kebenaran


Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan


Ialah ang bernama keyakinan


Jika adalah yang harus kau tumbangkan


Ialah segala pohon-pohon kezaliman


Jika adalah orang yang harus kauagungkan


Ialah hanya Rasul Tuhan


Jika adalah kesempatan memilih mati


Ialah syahid di jalan Ilahi.



PUISI MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA


Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga


Ke Wisconsin aku dapat beasiswa


Sembilan belas lima enam itulah tahunnya


Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia


Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia


Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda


Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,


Whitefish Bay kampung asalnya


Kagum dia pada revolusi Indonesia


Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya


Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama


Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernyaDadaku busung jadi anak Indonesia


Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy


Dan mendapat Ph.D. dari Rice University


Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army


Dulu dadaku tegap bila aku berdiri


Mengapa sering benar aku merunduk kini


Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak


Hukum tak tegak, doyong berderak-derak


Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,


Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza


Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia


Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata


Dan kubenamkan topi baret di kepala


Malu aku jadi orang Indonesia


Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,


Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi


berterang-terang curang susah dicari tandingan,


Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu


dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek


secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,


Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,


senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan


peuyeum dipotong birokrasi


lebih separuh masuk kantung jas safari,


Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,


anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,


menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,


agar orangtua mereka bersenang hati,


Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum


sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas


penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,


Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan


sandiwara yang opininya bersilang tak habis


dan tak utus dilarang-larang,


Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata


supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,


Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,


ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,


sekarang saja sementara mereka kalah,


kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka


oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,


Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia


dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,


kabarnya dengan sepotong SK


suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,


Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,


lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,


Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,


fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,


Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat


jadi pertunjukan teror penonton antarkotacuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita


tak pernah bersedia menerima skor pertandingan


yang disetujui bersama,Di negeriku rupanya sudah diputuskan


kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,


lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil


karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta,


sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,


Di negeriku ada pembunuhan, penculikan


dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,


Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng,


Nipah, Santa Cruz dan Irian,


ada pula pembantahan terang-terangan


yang merupakan dusta terang-terangan


di bawah cahaya surya terang-terangan,


dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai


saksi terang-terangan,


Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,


tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang


menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi.


Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak


Hukum tak tegak, doyong berderak-derak


Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,


Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza


Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia


Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata


Dan kubenamkan topi baret di kepala


Malu aku jadi orang Indonesia.1998


Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini Karya Taufik Ismail


Tidak ada pilihan lain Kita harus Berjalan terus Karena berhenti atau mundur Berarti hancur Apakah akan kita jual keyakinan kita Dalam pengabdian tanpa harga Akan maukah kita duduk satu meja Dengan para pembunuh tahun yang lalu Dalam setiap kalimat yang berakhiran “Duli Tuanku ?”


Tidak ada lagi pilihan lain Kita harus Berjalan terus Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan Dan seribu pengeras suara yang hampa suara Tidak ada lagi pilihan lain Kita harus Berjalan terus.


1966


Membaca Tanda-Tanda Kary Taufiq Ismail


Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan dan meluncur lewat sela-sela jari kita


Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas tapi kini kita mulai merindukannya


Kita saksikan udara abu-abu warnanya Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari


Hutan kehilangan ranting Ranting kehilangan daun Daun kehilangan dahan Dahan kehilangan hutan


Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru


Kita saksikan Gunung memompa abu Abu membawa batu Batu membawa lindu Lindu membawa longsor Longsor membawa air Air membawa banjir Banjir membawa air


air mata


Kita telah saksikan seribu tanda-tanda Bisakah kita membaca tanda-tanda?


Allah Kami telah membaca gempa Kami telah disapu banjir Kami telah dihalau api dan hama Kami telah dihujani abu dan batu


Allah Ampuni dosa-dosa kami


Beri kami kearifan membaca Seribu tanda-tanda


Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan dan meluncur lewat sela-sela jari


Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas tapi kini kami mulai merindukannya.


1982


Puisi Kembalikan Indonesia Padaku (Taufik Ismail)


Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian, Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam dengan bolayang bentuknya seperti telur angsa, Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya,


Kembalikan Indonesia padaku


Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat, Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya, Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat, sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian, Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,


Kembalikan Indonesia padaku


Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa, Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya, Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,


Kembalikan Indonesia padaku


Paris, 1971

No comments:

Post a Comment