ANALISIS STILISTIKA DALAM NOVEL KUINGIN JADI SAJADAHMU
KARYA FAHRI F. FATHONI
Diajukan Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Prosa Fiksi dan Drama
Dosen Pengampu : Andri Noviadi, S.Pd., M.Pd.

oleh :
CEP
ANGGI FERDIANSYAH 2108120011
INA
ROHAENI 2108120027
LENI
SITI SYAMSIAH 2108120032
ALI
RAFIQ ASARI 2108120005
K.
KUSWAN 2108120098
PUJA
WIDIANA 2108120046
LIANA
MARLIANI 2108120034
NOVAL HERDIANA 210812 0042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2013
Ø Biografi
Penulis
Fahri
F. Fathoni, lahir 17 Januari 1994 di Klaten, Jawa tengah. Di kota yang terletak
dia antara kota Solo dan Jogja itu, ia menyelesaikan pendidikan di SDN 3 Klepu,
SMPN 4 Delanggu dan SMA Muhammadiyah 1 Klaten. Pada tahun 2000 pernah menjadi
juara III lomba penulisan cerpen tingkat Kabupaten yang diadakan oleh PD IPN
(Ikatan Pelajar Muhammadiyah) Klaten.
1. Kajian Stilistika : Diksi
Stilistika
pada pilihan kata atau diksi dalam novel Kuingin Jadi Sajadahmu ini sebagai
berikut:
1.1
Kata Konotatif yang Paling Dominan
Kata konotatif ini menunjuk pada
makna bukan sebenarnya atau kias. Makna konotatif ini mempunyai peran aktif
dalam menciptakan sebuah karya sastra dengan nilai estetika yang tinggi.
Data:
Selesai berdzikir, dengan mata berkaca-kaca, aku berdoa. (Fathoni : 11)
Gedung-gedung pencakar
langit begitu banyak. (Fathoni : 21)
Memberi jalan
cahaya untukku agar bisa berjalan di jalan yang bersinar dan diridhai-Nya.
(Fathoni : 38)
Wajahku pucat
pasi. (Fathoni : 49)
Aku bingung seribu
bahasa. (Fathoni : 58)
Aku akan kembali lagi dengan membawa bingkisan manis, gumamku dalam hati.
(Fathoni : 78)
Ternyata ia sedang asyik bermain emosi dengan membaca novelnya.
(Fathoni : 79)
“Wahai bunga mawarku, apakah aku boleh bertanya ?” (Fathoni : 83)
Perutku kini sudah berisi benih cintaku dan Mas Robert. (Fathoni :
137)
Hatikuberbunga-bunga. (Fathoni :
209)
Analisis Data :
Data di atas merupakan beberapa
cuplikan dalam novel Kuingin Jadi Sajadahmu, dari sekian kata-kata yang
ditemukan banyak terdapat kata konotatif. Bentuk kalimat “matanya berkaca-kaca”
dikonotasikan sebagai orang yang hendak menangis atau bahkan sudah mengalirkan
air mata. Kata konotatif selanjutnya, diksi “ gedung-gedung pencakar langit” merupakan
diksi yang dikonotasikan sebagai bangunan yang menjulang tinggi. Diksi terjal
“jalan cahaya” dianalogikan sebagai jalan kebenaran. Pemilihan kata selanjutnya
adalah kata “pucat pasi” kata ini dianalogikan sebagai wajah pucat seperti
mayat.Diksi “diam seribu bahasa” dianalogikan sebagai diam tanpa kata. Diksi
“bingkisan manis” dianalogikan sebagai kado kemenangan. Diksi “bermain emosi”
dianalogikan sebagai sebuah penghayatan. Diksi “bunga mawarku” dianalogikan
sebagai panggilan terhadap kekasih hati. Diksi “benih cintaku” dianalogikan
sebagai jabang bayi yang sedang dikandung. Diksi “hatiku berbunga-bunga”
dianalogikan sebagai sebuah perasaan yang sedang bahagia. Diksi-diksi yang
bermakna konotatif tersebut diharapkan pembaca mempunyai kesan estetika
tersendiri yang lebih menyentuh jiwa dari pembaca.
1.2 Kosa
Kata Bahasa Jawa
Dalam novel Kuingin Jadi Sajahmu ini
cukup banyak ditemukan kosa kata bahasa Jawa. Hal ini dilatarbelakangi oleh
faktor kultural pengarang yang dibesarkan di kalangang masyarakat etnik Jawa.
Fahri F. Fathoni lahir di Klaten, Jawa Tengah. Faktor kultural ini yang
mempengaruhi dia dalam mencipta sebuah karya sastra.
Data :
“Oh, bagaimana kabarmu, le ?” (Fathoni : 123)
“Mau berangkat, Nduk ?” (Fathoni : 20)
“Wah, masih ingat. Aku yang punya rumah
sajaratak gagas. (Fathoni : 33)
“Monggo,
Mbak, diunjuk.” (Fathoni : 48)
“Alhamdulillah, mboten wonten alangan, Paman!” (Fathoni : 49)
Analisi Data :
Data tersebut menunjukkan
kompleksnya kosa kata bahasa Jawa yang dipakai oleh pengarang, mulai dari kata,
pronomina, kata sapaan dan peribahasa dalam bahasa Jawa. Hal tersebut
dipengaruhi faktor kultural pengarang yaitu kemampuan berbahasa ibu yang sudah
fasih yaitu bahasa Jawa.
1.3 Kosa
Kata Serapan : Bahasa Arab
Dalam novel Kuingin Jadi Sajahmu ini
juga ditemukan penggunaan bahasa serapan yang berasal dari bahasa asing yaitu
bahasa Arab. Kata-kata serapan yang berasal dari bahasa asing ini bertujuan
untuk memperkaya khasanah kosakata bahasa Indonesia.
Data :
“Kalau begitu saya pulang dulu, Bu RT. Assalamualaikum.” ucapku. (Fathoni : 63)
“Waalaikumsalam. Hati-hati di jalan.”
(Fathoni : 63)
“Insya Allah.”
Jawabku sembari beranjak pergi meninggalkan kediaman Bu RT. (Fathoni : 63)
Analisis Data :
Data tersebut menunjukkan bahwa
pengarang banyak menggunakan kata serapan yang berasal dari bahasa Arab.
Pengarang berusaha menyajikan kosakata serapan dari bahasa Arab yang mempunyai
relevansi terhadap novel yang bernuansa Islami.
2. Kajian Stilistika : Bahasa Figuratif
Bahasa
figuratif adalah bahasa bermakna kias atau makna lambang. Bahasa figuratif
dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan pengarang. Bahasa
figuratif mampu menghidupkan suasana, mengandung nilai estetika yang mendorong timbulnya
kesan yang menyenangkan terhadap pembaca. Bahasa figuratif meliputi:
permajasan, tuturan idiomatik dan peribahasa. Majas yang ditemukan dalam novel
Kuingin Jadi Sajadahmu yaitu:
2.1 Majas
Perbandingan
Data :
Hati yang
semula semangat penuh dengan kobaran api, sekarang redup bakgua tak tersentuh manusia. (Fathoni : 39-40)
Rasa letih
di tubuh sirna sudah. Berat di pundak dan pinggul serasa rontok bakeskutub mencair. (Fathoni : 51)
Burung
gereja itu laksanapencuri profesional
yang tanpa osa mencui biji-biji gabah. (Fathoni : 80)
Bibir boleh
tersenyum lega, tetapi hati ini bergemuruh sepertigempa
bumi. (Fathoni : 100)
Rumah
penduduk laksana semut laksanasemut yang
mengelilingi gedung pencakar langit. (Fathoni : 115)
Hati ini sepertigua tidak berpenghuni, gelap dan
pengap. (Fathoni : 137)
Pertanyaan
Farid seolah-olah sepertipetir yang
merobek langit hatiku. (Fathoni : 150)
“Fira,
istriku tercinta, aku akan mencintaimu sepertiudara
mencintai angin. (Fathoni : 209)
Analisis
Data :
Data tersebut menunjukkan majas
perbandingan. Majas perbandingan ditandai dengan penggunaan kata pembanding:
seperti, bagai, bagaikan, bak, laksana dan lain-lain. Data “bak gua tak tersentuh” diibaratkan sebagai
suatu perasaan yang sangat sepi. Data “bak es kutub mencair” diibaratkan
sebagai rasa lelah yang terobati. Data “laksana pencuri profesional”
diibaratkan sebagai kelihaian seekor burung mencuri gabah. Data “seperti gempa
bumi” diibaratkan sebagai suatu perasaan gelisah. Data “laksana semut yang
mengelilingi gedung pencakar langit” diibaratkan sebagai rumah-rumah di sekitar
gedung. Data “seperti gua tidak berpenghuni” diibaratkan sebagai suatu perasaan
yang sepi. Data “seperti petir yang merobek langit hatiku” diibaratkan sebagai
sebuah rasa kecewa. Data “seperti udara mencintai angin” diibaratkan sebagai
sebuah kesetiaan.
2.2 Majas
Personifikasi
Majas personifikasi adalah gaya
bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau tidak bernyawa
seolah-olah memilki sifat-sifat kemanusiaan.
Data :
Embun yang jatuh ke tanah karena terkena angin subuh membawa suara-suara surga. (Fathoni:9)
Udara sejuk membelai
hidungku dengan lembut. (Fathoni:20)
Sudut-sudut jilbabku melambai-lambai tertiup oleh semilir angin pagi. Begitu juga
wajahku dibelai lembutnya angin. (Fathoni:21)
Hamparan padi
hijau bergerakteratur teterpa angin. (Fathoni:30)
Padi yang
bergoyang seakan-akan ikut mendengarkan lantunan adzan. Sinar senja menyapu
disela-sela pepohonan rindang. Sekawanan burung gereja beraktraksi diangkasa,
seakan-akan senja milik burung gereja itu. (Fathoni:43)
Angin juga
membelai lembut wajahku ketika aku shalat ashar di kamar. Menyapu udara
pengap dan menggantikannya dengan udara sejuk. (Fathoni:43)
Pohon bambu
berayun menghasilkan irama alam yang merdu. Padi-padi menari memukau. (Fathoni:59)
Sebahagia menyambut pagi yang penuh embun dan lantunan irama alam menggoyangkan rerumputan
yang sedang bertasbih. (Fathoni:136)
Angin
semilir membelai mentari yang sedang ceria menyinari bumi. (Fathoni:207)
Analisis Data :
Data tersebut menunjukkan majas
personifikasi bahwa benda mati seolah-olah dianggap hidup. Padahal perbuatan itu
hanya bisa dilakukan oleh manusia sebagai benda hidup dan tidak bisa dilakukan
oleh benda mati.
3) Majas
Hiperbola.
Majas hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang
berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal.
Data:
Sinar
matahari semakin menyengat dikulitku.(Fathoni:30)
Genting-genting menghitam dimakan usia. (Fathoni:32)
Analisis Data :
Data tersebut menunjukkan majas
hiperbola. Suatu bentuk pernyataan yang melebih-lebihkan bahwasanya tidak
mungkin matahari dapat menyengat kulit manusia, karena menyengat biasanya
dilakukan oleh seekor lebah. Majas hiperbola tersebut berfungsi menggambarkan
keadaan cuaca panas. Sedangkan “dimakan usia” menggambarkan genting-genting
yang telah lama.
4) Majas
Anadiplosis.
Majas anadiplosis adalah majas yang berwujud perulangan kata atau frasa
terakhir dari suatu klausa/kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari
klausa/kalimat berikutnya.
Data:
Kini hari berubah menjadi minggu, minggu menjadi
bulan.(Fathoni:149)
Analisis Data :
Data tersebut menunjukkan majas
anadiplosis yaitu perulangan frasa atau kata menit, frasa selanjutnya yaitu
jam. perulangan tersebut terletak pada kata atau frasa terakhir menjadi kata
atau frasa dari klausa atau kalimat berikutnya.
5) Majas
Metafora
Majas metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara
langsung atau kiasan langsung.
Data:
Bau khas pasar menusuk
hidungku. (Fathoni:25)
Kami berpelukan berpayung
kesedihan. (Fathoni:148)
Mega mendung
tiba-tiba menggumpal didalam kepalaku. Mencari sinar dihati sangatlah
sulit. (Fathoni:40)
Analisi Data :
Data tersebut menunjukkan majas
metafora. “menusuk hidungku” melukiskan aroma tak sedap langsung mengganggu
indra penciuman. “berpayung kesedihan” melukiskan suatu keadaan yang diselimuti
rasa sedih. “mega mendung tiba-tiba menggumpal” melukiskan suatu keadaan
bingung.
·
Kajian Stilistika: Idiomatik
Idiomatisadalah
kata-kata yang mengandung makna idiom. idiom merupakan pola-pola struktural
yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa. Biasanya idiom berbentuk sebuah
frasa dan maknanya tidak diterangkan secara logis. Kata idiomatik dalam novel Ku
Ingin Jadi Sajadahmu ini adalah sebagai berikut:
Data:
“Kenapa kamu terjerumus dalam dunia hitam seperti ini?”(Fathoni:191)
Analisis Data :
Ungkapan idiomatik tersebut terlihat
pada frasa “dunia hitam”. Secara harafiyah kata dunia merupakan kata benda, dan
kata hitam merupakan kata sifat. Ungkapan idiom ini menggambarkan keadaan
seseorang yang terjerumus ke dalam kemaksiatan.
·
Kajian Stilistika: Pribahasa
Pribahasa adalah satu satu bentuk idiom berupa kalimat
yang susunannya tetap dan menunjukkan perlambang kehidupan.
Data:
“Awas nanti kalau sampe ketemu! Serigala berbulu domba. Kurang ajar!” umpat farid. (Fathoni:148)
“Bangkai yang
disimpan suatu saat pasti ketahuan baunya” (Fathoni:185)
Analisis Data :
Peribahasa tersebut mempunyai makna
yang artinya suatu perbuatan buruk meskipun ditutup dengan rapat, lama kelamaan
juga akan tampak. “serigala berbulu domba” memiliki arti seseorang yang luarnya
terlihat baik, namun sebenarnya ia jahat.
3. Kajian Stilistika : Citraan
Citraan merupakan gambaran ynag seolah-olah menjadi
pengalaman yang kongkret. Gambaran pikiran yang berdampak pada efek pikiran
yang dihasilkan oleh pangkapan panca indera. Citraan dalam novel Ku Ingin Jadi
Sajadahmu ini antara lain: citraan visual, citraan perasa, citraan audio, dan
citraan moral + religius.
3.1 Citraan Visual
Data :
Padiitu bergoyang
mengikuti irama alam yang bernada. (Fathoni:21)
Hamparan padi hijau bergerak
teratur teterpa angin. (Fathoni:30)
Gedung-gedung pencakar
langit tampak berdiri perkasa. (Fathoni:115)
Analisis Data :
Data tersebut menunjukkan adanya
citraan visual. Pengarang berusaha mengajak pembaca dengan memberikan gambaran
bahwa pembaca seolah-olah diajak untuk melihat keadaan alam.
3.2 Citraan Perasaan
Data :
Cinta yang dulunya
indah kini menjadi noda hitam dihatiku. istana cinta megah kini menjadi hancur
menjadi bubur. (Fathoni:145)
Hatiku berdesir
kencang. Seolah-olah pintu mimpi terbuka didepan mata. (Fathoni:36)
Hatiku bergemuruh. Rasa
pesimis segera menemaniku. (Fathoni:94)
Bibir boleh tersenyum
lega, tetapi hati ini bergemuruh seperti gempa bumi.(Fathoni:100)
Analisis Data :
Data tersebut menunjukkan citraan
perasa. Pengarang mengajak pembaca seolah-olah ikut merasakan yaitu rasa
kesakitan, kecewa, sedih.
3.3 Citraan Audio
Data :
Aliran sungai yag
gemericik seperti membisikkan hati untuk selalu tenang. (Fathoni:21)
Lantunan irama alam
menggoyangkan rerumputan yang sedah bertasbih. (Fathoni:136)
Analisi Data :
Data tersebut menunjukkan citraan
audio atau pendengaran. Pengarang menyajikan citraan ini agar pembaca mendengar
bunyi dering yang berasal dari alam.
3.4 Citraan Moral dan Religius
Data :
Aku beranjak ke kamar
tamu. Mengambil Al-quran di tas, kemudian melanjutkan bacaan Surat Al-Furqaan
yang tadi aku baca di pasar. Aku melanjutkan dengan pelan. Ayat demi ayat,
penuh penghayatan. Setengah jam aku membaca Al-quran, tak terasa adzan dzuhur
berkumandang. (Fathoni:32)
Analisis Data :
Data tersebut menunjukkan adanya
citraan moral yang bernuansa religius. Pengarang memberikan gambaran bahwa
moral seorang gadis Fira Anggraheni mempunyai kepribadian baik, sholehah, dan
mandiri.
SIMPULAN
Kajian stilistika pada novel Kuingin
Jadi Sajadahmukarya Fahri F. Fathoni inimerupakan novel yang
penggunaan bahasanya memperlihatkan isi dan kesatuan karya dari unsur-unsur
cerita. Penggunaan
diksi, bahasa figuratif, dan pencitraan di dalamnya membuat novel ini sarat
makna. Novel ini mengandung nilai estetika sehingga memberikan kesan menarik
terhadap para pembaca. Pengarang menyajikan cerita bernuasansa islami, dengan
demikian pembaca dapat mengambil hikmah dan menjalani hidupnya lebih religius.
No comments:
Post a Comment