Efisiensi Bank
Syariah
Oleh: Leni Siti Syamsiah
Mentari tersenyum simpul, sinarnya memandikan
daun-daun yang bermekaran di taman kampus. Semua mahasiswa hilir mudik, hatiku
dag dig dug penuh bahagia, karena sekarang perjuanganku selama empat tahun
mengemban ilmu telah berakhir.
Aku mulai melangkahkan kaki di Auditorium
Universitas Gadjah Mada, berkumpul dengan wisudawan yang lainnya. Aku duduk di
jajaran pertama bersama teman-teman seperjuanganku di jurusan akuntansi,
sedangkan orang tuaku masih berada di belakang wisudawan, menempati kursi yang
telah disediakan untuk wali mahasiswa.
Suasana hening mulai terasa, acara wisuda siap
dimulai, satu persatu mahasiswa dari prodi masing-masing yang dipanggil namanya
melangkahkan kaki mendekati rektor dan jajaran dosen, membawa sertifikat dan
toga. Begitupun denganku, Aku tidak percaya bahwa perjuanganku kuliah kini
telah berakhir dengan kebahagiaan yang tak terkira. Kebahagiaanku bertambah
setelah namaku dipanggil sebagai salah satu wisudawan yang berprestasi dengan
nilai comeloude. Kulirik orang tuaku dengan mata nanar, terpancar kebanggaan
dari pemandangan yang aku lihat.
Seminggu sudah, aku lulus dari Universitas Gadjah
Mada, namun belum juga menemukan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan yang aku
ambil. Surat Lamaran telah kulayangkan pada beberapa perusahan dan bank-bank syariah
di Yogyakarta. Sekarang tinggal menunggu panggilan kerja.
“Yoga, dimana kamu mau kerja?” sahut Ibu sembari
membawakan makanan ke meja.
“Entahlah bu, aku lagi nunggu panggilan dulu”
“Iya, ibu punya kenalan yang kerja di bank, dia nawarin
kamu?
“Bank apa bu?”
“Bank Mandiri”
“Syariah bukan bu?”
“Bukan kayaknya, bank kontemporer ga”
Aku terdiam, teringat semasa kuliah dulu, dosen
mengajarkan materi tentang bank syariah dan bank kontemporer. Bathinku lebih
tertarik pada bank Syariah, tapi peluang mengantarkanku untuk kerja di bank
kontemporer. Saat itu aku benar-benar dilematis.
“Kamu kenapa? Ibu menangkap sinyal kebingungan dari
mataku.
“Entahlah bu”
“Bukannya kerja di bank Syariah itu dibatasi,
sedangkan di bank kontemporer kamu bisa lebih bebas” tambah Ibu yang mengerti
keinginanku untuk kerja di bank syariah.
“Bank Syariah juga sekarang sudah berkembang bu,
bank syariah sudah membuktikan efisiensinya dalam melayani masyarakat.
Contohnya: Bank syariah banyak membantu masyarakat dalam hal pinjam meminjam
tanpa riba. Sedangkan di bank kontempor banyak memicu persaingan masyarakat
untuk mencari keuntungan. Pada saat mengalami kasus saja, sebagian besar nasabah penerima kredit Perbankan Konvensional pada saat itu
mengalami gagal bayar (default) dengan bunga setinggi itu. Akibatnya
adalah semakin tingginya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (Non-Performng
Loan/NPL).
“Perbankan Syariah mampu bertahan lebih baik daripada perbankan konvensional
pada saat krisis seperti itu. Prinsip syariah sendiri mengacu pada nilai-nilai
keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil
‘alamin). Nilai-nilai inilah yang kemudian diaplikasikan dalam pengaturan
Perbankan Syariah saat ini, termasuk juga di Indonesia. Prinsip Perbankan Syariah
merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi Islam, dimana
di dalamnya diatur mengenai larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan dengan
menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil (equity based financing). Sedangkan Perbankan Konvensional sebagian besar mengelola dana nasabah yang mereka
kumpulkan ke pasar keuangan seperti pasar modal dan pasar uang yang bersifat
spekulatif, hal ini dipandang haram oleh perbankan syariah karena ada unsur
perjudian (maisir)” lanjutku panjang lebar menceritakan efisiensi bank
syariah.
“Intinya keberhasilan Perbankan Syariah menghadapi krisis moneter yang
melanda pada tahun 1997-1998 lalu lebih disebabkan penerapan prinsip-prinsip
syariah yang mengutamakan cara-cara yang diperkenankan (halal), serta
menjauhi cara-cara yang meragukan (subhat), apalagi yang dilarang dalam
Islam (haram). Hal tersebutlah yang ingin bekerja di bank syariah,
sudah terbukti memegang prinsip islam, aku
bisa nyaman kerja di sana bu” ucapku terbata-bata, tenggorokanku kering karena
menjelaskan efisiensi bank syariah tersebut.
“Ya sudah terserah kamu saja Yoga, Ibu hanya ingin
yang terbaik buat kamu. Daripada nunggu yang gak jelas, lebih baik memilih yang
jelas dan pasti-pasti saja”
Gejolak api berkobar di dada, semangatku untuk tetap
lebih memilih kerja di bank syariah, akhirnya terkabul. Salah satu stap bank
mandiri syariah Yogyakarta menghubungiku dan memberi kabar gembira, bahwa
lamaranku diterima. Alhamdulillah, akhirnya keinginaku bisa tercapai, segera
kupeluk ibu. Ibu pun terharu penuh bangga. Syukur kami berakhir dengan air mata
bahagia.